Sunday, April 5, 2015

Alasan Saudi Menyerang Al-Houthi di Yaman

Para pendemo pendukung Houthi di Yaman - Photo - Reuters
Para pendemo pendukung Houthi di Yaman – Photo : Reuters
Aswaja News - Krisis Yaman semakin meruncing dengan semakin nampak pengkutuban kekuatan dengan penyiapan senjata berat beserta pesawat tempur dari kedua kubu: kubu Pro Kelompok Al-Houthi dan kubu Antinya. Kubu Pro kelompok Al-Houthi adalah kubu yang berada pada jalur hubungan dekat dengan Iran dan kubu anti adalah kubu yang berada dalam pengaruh Arab Saudi.
Arab Saudi menyatakan akan memimpin operasi militer menyerang Yaman di bawah kekuasaan Al-Houthi, setidaknya sembilan negara bergabung antara lain Qatar, Turki, dan Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Jordania, Sudan, Maroko, dan Mesir untuk menghancurkan kelompok Al-Houthi yang merupakan kelompok pro Iran dan loyalis rezim Yaman sebelumnya, presiden Ali Abdullah Saleh. Sementara kubu pro Al-Houthi seperti Irak – Baghdad, Suriah – Damaskus, Libanon – Beirut, dan Yaman – Sana’a.
Krisis di Yaman ini di mata sebagian pengamat merepresentasikan konflik antara Sunni dan Syiah. Namun, menurut sejatinya adalah reaksi kekompakan mendadak para negara yang sebelumnya berkonflik mengundang pertanyaan pemerhati masalah Timur Tengah, yang memiliki kesimpulan sementara bahwa konflik Yaman adalah konflik bisnis minyak dengan merebut kekuasaan jalur strategis minyak kelompok yang bertikai.
Secara tradisi rezim Yaman selalu berada di bawah pengaruh Arab Saudi, namun ketika pada diplomasi terakhir Arab Saudi mengundang Al-Houthi untuk berunding dengan presiden Yaman terguling Mansour Hadi di Riyadh, Arab Saudi, kelompok Al-Houthi menolak. Hal ini dianggap sebagai sebuah pembangkangan tradisi oleh penguasa Yaman dan dianggap cenderung mengikuti pengaruh Iran.
Selat-Mandab
Selat-Mandab
Pengaruh Iran terhadap kelompok penguasa Yaman Al-Houthi dianggap oleh kelompok pro Arab Saudi sangat mengkhawatirkan, karena kelompok Al Houthi akan menguasai Aden di selatan semenanjung Arab dengan demikian akan dengan mudah mengontrol selat strategis Bab al-Mandab.
Selat Bab al-Mandab menghubungkan Laut Merah dan Samudra Hindia. Karena Al-Houthi berada di bawah pengaruh Iran, maka penguasaan Houthi atas Bab al-Mandab dianggap secara tidak langsung memberi Iran peluang mengontrol jalur strategis yang tidap hari dilewati lebih dari 3,4 juta barrel minyak per hari. Kelompok pro Arab Saudi tidak menginginkan Selat Bab al-Mandab menjadi seperti Selat Hormuz, pintu masuk Teluk Persia yang dikontrol Iran.
Dalam bisnis minyak internasional, selama ini setiap kali Iran mengancam menutup Selat Hormuz, harga minyak dunia akan langsung melonjak. Dalam pandangan Arab Saudi dan sekutunya, Iran akan mengendalikan dua jalur perekonomian strategis dunia, Bab al-Mandab dan Selat Hormuz, jika milisi Houthi berkuasa di Yaman yang tentunya dalam pengaruh Iran.
Perebutan jalur strategis tersebut telah memaksa Mesir dan Sudan bergabung dalam koalisi pimpinan Arab Saudi. Mesir melihat Selat Bab al-Mandab di ujung Laut Merah adalah kepanjangan Terusan Suez yang berada di ujung lain Laut Merah. Maka, pihak yang mengontrol Bab al-Mandab akan secara tidak langsung dapat mengendalikan Terusan Suez.
Motif ekonomi perdagangan minyaklah yang telah memaksa Mesir mengirim empat kapal perang ke Teluk Aden untuk mengamankan Bab al-Mandab. Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukri menegaskan, Mesir tidak ragu mengirim pasukan darat ke Yaman jika diperlukan. Sementara Sudan secara geografis berada di seberang semenanjung Arab, dengan dibatasi Selat Bab al-Mandab, Sudan juga tidak menginginkan kekuatan tertentu menguasai selat tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa negara-negara yang Pro Arab Saudi melihat pengambilan kekuasan kelompok Al-Houthi dari presiden terguling Mansour Hadi, tidak hanya sebuah perebutan kekuasaan pemerintahan di dalam negeri Yaman, namun juga sangat mengancam jalur perekonomian strategis dunia melalui perdagangan minyak. 
(Arrahmah.co.id)

No comments:

Post a Comment